Minggu, 14 Desember 2008

Kesultanan Banjar


Kesultanan Banjar (24 September 1526 s.d 11 Juni 1860) adalah kesultanan yang terdapat di Kalimantan Selatan. Kesultanan ini semula beribukota di Banjarmasin kemudian dipindahkan ke Martapura dan sekitarnya (kabupaten Banjar). Ketika beribukota di Martapura disebut juga Kerajaan Kayu Tangi.

Ketika ibukotanya masih di Banjarmasin, maka kesultanan ini disebut Kesultanan Banjarmasin. Kesultanan Banjar merupakan penerus dari Kerajaan Negara Daha yaitu kerajaan Hindu yang beribukota di kota Negara, sekarang merupakan ibukota kecamatan Daha Selatan, Hulu Sungai Selatan.

Di Kalimantan Selatan telah berdiri suatu pemerintahan dari dinasti kerajaan (keraton) yang terus menerus berlanjut hingga daerah ini digabungkan ke dalam Hindia Belanda sejak 11 Juni 1860, yaitu :

Keraton I disebut Kerajaan Kuripan/Kerajaan Tanjung Puri

Keraton II disebut Kerajaan Negara Dipa

Keraton III disebut Kerajaan Negara Daha

Keraton IV disebut Kesultanan Banjar

Pangeran Tumenggung, raja terakhir Kerajaan Negara Daha menyerahkan regalia kerajaan kepada keponakannya Pangeran Samudera, Raja dari Banjarmasih. Setelah mengalami masa peperangan dimana Banjar mendapat bantuan Kesultanan Demak. Hasil akhirnya kekuasaan kerajaan beralih kepada Pangeran Samudera yang menjadi menjadi Sultan Banjar yang pertama, sementara Pangeran Tumenggung mundur ke daerah Alay di pedalaman dengan seribu penduduk.

Kesultanan Banjar mulai mengalami masa kejayaan pada dekade pertama abad ke-17 dengan lada sebagai komoditas dagang, secara praktis barat daya, tenggara dan timur pulau Kalimantan membayar upeti pada kerajaan Banjarmasin. Sebelumnya Kesultanan Banjar membayar upeti kepada Kesultanan Demak, tetapi pada masa Kesultanan Pajang penerus Kesultanan Demak, Kesultanan Banjar tidak lagi mengirim upeti ke Jawa.

Supremasi Jawa terhadap Banjarmasin, dilakukan lagi oleh Tuban pada tahun 1615 untuk menaklukkan Banjarmasin dengan bantuan Madura dan Surabaya, tetapi gagal karena mendapat perlawanan yang sengit.

Sultan Agung dari Mataram (1613–1646), mengembangkan kekuasaannya atas pulau Jawa dengan mengalahkan pelabuhan-pelabuhan pantai utara Jawa seperti Jepara dan Gresik (1610), Tuban (1619), Madura (1924) dan Surabaya (1625). Pada tahun 1622 Mataram kembali merencanakan program penjajahannya terhadap kerajaan sebelah selatan, barat daya dan tenggara pulau Kalimantan, dan Sultan Agung menegaskan kekuasaannya atas Kerajaan Sukadana tahun 1622.

Seiring dengan hal itu, karena merasa telah memiliki kekuatan yang cukup dari aspek militer dan ekonomi untuk menghadapi serbuan dari kerajaan lain, Panembahan (Sultan) Banjar mengklaim Sambas, Lawai, Sukadana, Kotawaringin, Pembuang, Sampit, Mendawai, Kahayan Hilir dan Kahayan Hulu, Kutai, Pasir, Pulau Laut, Satui, Asam Asam, Kintap dan Swarangan sebagai vazal dari kerajaan Banjarmasin, hal ini terjadi pada tahun 1636.

Sejak tahun 1631 Banjarmasin bersiap-siap menghadapi serangan Kesultanan Mataram, tetapi karena kekurangan logistik, maka rencana serangan dari Kesultanan Mataram sudah tidak ada lagi. Sesudah tahun 1637 terjadi migrasi dari pulau Jawa secara besar-besaran sebagai akibat dari korban agresi politik Sultan Agung. Kedatangan imigran dari Jawa mempunyai pengaruh yang sangat besar sehingga pelabuhan-pelabuhan di pulau Kalimantan menjadi pusat difusi kebudayaan Jawa.

Disamping menghadapi rencana serbuan-serbuan dari Mataram, kesultanan Banjarmasin juga harus menghadapi kekuatan Belanda.

Sebelum dibagi menjadi beberapa daerah (kerajaan kecil), wilayah asal Kesultanan Banjar meliputi provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, sebelah barat berbatasan dengan Kerajaan Tanjungpura dan sebelah timur berbatasan dengan Kesultanan Pasir. Pada daerah-daerah pecahan tersebut, rajanya bergelar Pangeran, hanya di Kesultanan Banjar yang berhak memakai gelar Sultan. Kesultanan-kesultanan lainnya mengirim upeti kepada Kesultanan Banjar, termasuk Kesultanan Pasir yang ditaklukan tahun 1636 dengan bantuan Belanda.

Teritorial Kerajaan Banjar dalam tiga wilayah meskipun terminologi ini tidak dipergunakan dalam sistem politik dan pemerintahan dalam kerajaan, yaitu :

Negara Agung

Mancanegara

Pasisir

Wilayah kerajaan Banjar meliputi titik pusat yaitu istana raja di Martapura dan berakhir pada titik luar dari negeri Mempawah sampai ke negeri Berau.

Daerah Martapura merupakan wilayah pertama dan pusat pemeritahan Sultan Banjar.

Dalam perjalanan sejarah ketetapan wilayah Kesultanan Banjar tersebut tidak dapat dilihat dengan jelas dengan batas yang tetap karena dipengaruhi oleh keadaan yang tidak stabil dan batas wilayah yang fleksibel disebabkan oleh berkembangnya atau menurunnya kekuasaan Sultan Banjar.

Wilayah teritorial yang kedua terdiri dari :

Tanah Laut atau tanah rendah, sebelah Barat Meratus, sebelah Selatan Banjarmasin.

Daerah Banjar Lama dengan Pelabuhan Banjarmasin.

Banua Ampat, yaitu daerah Banua Padang, Banua Halat, Parigi dan Gadung di daerah Rantau.

Margasari

Alay

Amandit

Banua Lima yang terdiri dari daerah Negara, Alabio, Sungai Banar, Amuntai dan Kalua

Muarabahan

Dusun, nama umum untuk daerah atas Barito.

Teritorial ketiga (daerah pengirim upeti) terdiri dari :

Tanah Bumbu, Pulau Laut, Karasikan, Pasir, Kutai, Berau dan pantai sebelah Timur

Kotawaringin, Sukadana (Lawai), Landak, Sanggau, Sintang, Mempawah, Sambas dan pantai sebelah Barat.

Sistem Pemerintahan

 

Raja : bergelar Sultan/Panambahan/Ratu/Susuhunan

Putra Mahkota : bergelar Ratu Anum/Pangeran Ratu/Sultan Muda

Perdana Menteri : disebut Perdana Mantri/Mangkubumi/Wazir, dibawah Mangkubumi : Mantri Panganan, Mantri Pangiwa, Mantri Bumi dan 40 orang Mantri Sikap, setiap Mantri Sikap memiliki 40 orang pengawal.

Lalawangan : kepala distrik, kedudukannya sama seperti di masa Hindia Belanda.

Sarawasa, Sarabumi dan Sarabraja : Kepala Urusan keraton

Mandung dan Raksayuda : Kepala Balai Longsari dan Bangsal dan Benteng

Mamagarsari : Pengapit raja duduk di Situluhur

Parimala : Kepala urusan dagang dan pekan (pasar). Dibantu Singataka dan Singapati.

Sarageni dan Saradipa : Kuasa dalam urusan senjata (tombak, ganjur), duhung, tameng, badik, parang, badil, meriam dll.

Puspawana : Kuasa dalam urusan tanaman, hutan, perikanan, ternak, dan berburu

Pamarakan dan Rasajiwa : Pengurus umum tentang keperluan pedalaman dan pedusunan

Kadang Aji : Ketua Balai petani dan Perumahan. Nanang sebagai Pembantu

Wargasari : Pengurus besar tentang persediaan bahan makanan dan lumbung padi, kesejahteraan

Anggarmarta : Juru Bandar, Kepala urusan pelabuhan

Astaprana : Juru tabuh-tabuhan, kesenian dan kesusasteraan.

Kaum Mangkumbara : Kepala urusan upacara

Wiramartas : Mantri Dagang, berkuasa mengadakan hubungan dagang dengan luar negeri, dengan persetujuan Sultan.

Bujangga : Kepala urusan bangunan rumah, agama dan rumah ibadah

Singabana : Kepala ketenteraman umum.

Jabatan-jabatan di masa Panembahan Kacil (Sultan Mustain Billah), terdiri :

Mangkubumi

Mantri Pangiwa dan Mantri Panganan

Mantri Jaksa

Tuan Panghulu

Tuan Khalifah

Khatib

Para Dipati

Para Pryai

Masalah-masalah agama Islam dibicarakan dalam rapat/musyawarah oleh Penghulu yang memimpin pembicaraan, dengan anggota terdiri dari : Mangkubumi, Dipati, Jaksa, Khalifah dan Penghulu.

Masalah-masalah hukum sekuler dibicarakan oleh Jaksa yang memimpin pembicaraan dengan anggota terdiri dari Raja, Mangkubumi, Dipati dan Jaksa.

Masalah tata urusan kerajaan merupakan pembicaraan antara raja, Mangkubumi dan Dipati.

Dalam hierarki struktur negara, dibawah Mangkubumi adalah Panghulu, kemudian Jaksa. Urutan dalam suatu sidang negara adalah Raja, Mangkubumi, Panghulu, kemudian Jaksa. Urutan kalau Raja berjalan, diikuti Mangkubumi, kemudian Panghulu dan selanjutnya Jaksa. Kewenangan Panghulu lebih tinggi dari Jaksa, karena Panghulu mengurusi masalah keagamaan, sedangkan Jaksa mengurusi masalah keduniaan.

Para Dipati, terdiri dari para saudara raja, menemani dan membantu raja, tetapi mereka adalah kedua setelah Mangkubumi.

Sistem pemerintahan mengalami perubahan pada masa pemerintahan Sultan Adam Al-Watsiq Billah. Perubahan itu meliputi jabatan :

Mufti : hakim tertinggi, pengawas Pengadilan umum

Qadi : kepala urusan hukum agama Islam

Penghulu : hakim rendah

Lurah : langsung sebagai pembantu Lalawangan (Kepala Distrik) dan mengamati pekerjaan beberapa orang Pambakal (Kepala Kampung) dibantu oleh Khalifah, Bilal dan Kaum.

Pambakal : Kepala Kampung yang menguasai beberapa anak kampung.

Mantri : pangkat kehormatan untuk orang-orang terkemuka dan berjasa, diantaranya ada yang menjadi kepala desa dalam wilayah yang sama dengan Lalawangan.

Tatuha Kampung : orang yang terkemuka di kampung.

Panakawan : orang yang menjadi suruhan raja, dibebas dari segala macam pajak dan kewajiban.

Sebutan Kehormatan

Sultan, disebut : Yang Maha Mulia Paduka Seri Sultan

Gubernur Jenderal VOC : Tuan Yang Maha Bangsawan Gubernur Jenderal.

Permaisuri disebut Ratu.

Sultan Banjar

1.1520-1550 Sultan Suriansyah *Raja pertama Kesultanan Banjar yang mendirikan kerajaannya di Kampung Banjarmasih (Kuin), memeluk Islam 24 September 1526, gelar anumerta Sunan Batu Habang, beliau cucu Maharaja Sukarama dari Kerajaan Negara Daha. Makamnya di Komplek Makam Sultan Suriansyah

2.1550-1570 Sultan Rahmatullah bin Sultan Suriansyah Gelar anumerta : Panembahan Batu Putih. Makamnya di Komplek Makam Sultan Suriansyah

3.1570-1595 Sultan Hidayatullah bin Sultan Rahmatullah Gelar anumerta : Panembahan Batu Irang. Makamnya di Komplek Makam Sultan Suriansyah  ;

4.1595-1620 Sultan Mustain Billah bin Sultan Hidayatullah        Gelar lain : Pangeran Kacil/Panembahan Marhum/Mustakim Billah/Musta Ayinubillah/Mustain Allah/Mustain Ziullah/Raja Maruhum. Gelar anuemrta Marhum Panembahan /Tahun 1612 memindahkan ibukota ke Martapura

5.1620-1637 Sultan Inayatullah bin Mustainbillah Gelar lain : Ratu Agung/Ratu Lama dimakamkan di Kampung Keraton, Martapura

6.1637-1642    Saidullah bin Sultan Inayatullah Gelar lain : Wahidullah/Ratu Anum/Ratu Anumdullah.

7.1642-1660 Sultan Ri'ayatullah bin Sultan Inayatullah Gelar lain :Pangeran Tapasana/Pangeran Mangkubumi/Rakyat Allah/Panembahan Sepuh/Tahalidullah/Adipati Halid/Pangeran Dipati Tuha memegang jabatan sebagai Wali Sultan dengan gelar Pangeran Ratu kemudian memakai gelar Sultan Rakyatullah. Pada tahun 1660 menyerahkan tahta kepada kemenakannya Amirullah Bagus Kesuma yang merupakan Putra Mahkota anak dari Sultan Saidullah.

8.1660-1663 Sultan Amirullah Bagus Kusuma bin Sultan Saidullah        * Nama lain : Sultan Tahmidullah I/Panembahan Kuning

9.1663-1679 Pangeran Surya Nata II bin Sultan Inayatullah (Sultan Agung)* Mengkudeta kemenakannya Amirullah Bagus Kasuma dengan bantuan suku Biaju, memindahkan pemerintahan ke Sungai Pangeran (Banjarmasin). Berbagi kekuasaan dengan Sultan Rakyatullah yang kembali memegang pemerintahan Martapura sampai mangkatnya pada 1666. Gelar lain : Pangeran Dipati Anom.

10.1680-±1700.Sultan Amirullah Bagus Kasuma bin Sultan Saidullah* Naik tahta kedua kalinya setelah merebut kembali dari Sultan Agung

11.±1700-1734 Sultan Hamidullah bin Tahmidullah I Gelar lain : Sultan Kuning

12.1734-1759  Sultan Tamjidullah I bin Tahmidullah I Bertindak sebagai wali Putra Mahkota Muhammad Aliuddin Aminullah yang belum dewasa.

13.1759-1761  Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah bin Sultan Hamidullah* Mengkudeta pamannya Sultan Tamjidullah I. Gelar lain : Sultan Aminullah/Muhammad Iya'uddin Aminullah/Muhammad Iya'uddin Amir ulatie ketika mangkat anak-anaknya masih belum dewasa, tahta kerajaan kembali dibawah kekuasaan Tamjidillah I tetapi dijalankan oleh anaknya Pangeran Nata sebagai wali Putra Mahkota.

14.1761-1801  Sultan Tahmidullah II bin Sultan Tamjidullah I* Semula sebagai wali Putra Mahkota, tetapi mengangkat dirinya sebagai PanembahanKaharuddin Halilullah. Gelar lain : Susuhunan Nata Alam (1772)/Pangeran Nata Dilaga/Pangeran Wira Nata/Pangeran Nata Negara/Akamuddin Saidullah(1762)/Amirul Mu'minin Abdullah(1762)/Sulaiman Saidullah(1787)/Panembahan Batu (1797)/Panembahan Anum. Mengadakan kontrak dengan Hindia Belanda tahun 1787 untuk menghadapi Pangeran Amir bin Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah yang menuntut tahta dengan bantuan suku Bugis-Paser yang gagal dan akhirnya ditangkap Kompeni Belanda 14 Mei 1787, kemudian diasingkan ke Srilangka

15.1801-1825  Sultan Sulaiman Saidullah bin Tahmidullah II* Mendapat gelar Sultan Muda sejak tahun 1767 ketika berusia 6 tahun dari ayahnya Susuhunan Nata Alam      

16.1825-1857  Sultan Adam Al-Watsiq Billah bin Sultan Sulaiman al Mutamidullah* Baginda mendapat gelar Sultan Muda sejak tahun 1782. Ketika mangkatnya terjadi krisis suksesi, Belanda sebelumnya sudah mengangkat Tamjidullah II bin Abdur Rahman sebagai Sultan Muda sejak 8 Agustus 1852, tetapi Sultan Adam telah membuat surat wasiat yang menunjuk Hidayatullah II bin Abdur Rahman sebagai Sultan Banjar penggantinya

17.1857-1859  Sultan Tamjidullah Al-Watsiq Billah bin Sultan Muda Abdur Rahman*Pada 3 November 1857 diangkat Belanda menjadi Sultan Banjar. Pada 25 Juni 1859, Hindia Belanda memakzulkan Tamjidullah II sebagai Sultan Banjar kemudian mengirimnya ke Bogor.

18.1859-1862  Sultan Hidayatullah II bin Sultan Muda Abdur Rahman* Hidayatullah II pemimpin rakyat negeri Banjar sampai tanggal 11 Juni 1860, Residen I.N. Nieuwen Huyzen mengumumkan penghapusan Kesultanan Banjar, Hidayatullah II pada 2 Maret 1862 dibawa dari Martapura dan diasingkan ke Cianjur

19.1862 Pangeran Antasari bin Pangeran Mas'ud bin Pangeran Amir bin Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah* Pada 14 Maret 1862, yaitu setelah 11 hari Pangeran Hidayatullah II diasingkan ke Cianjur diproklamasikanlah pengangkatan Pangeran Antasari sebagai pimpinan tertinggi dalam kerajaan Banjar dengan gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin. Pusat perjuangan di Menawing, pedalaman Barito, Murung Raya, Kalteng. Dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional, wafat 11 Oktober 1862 di kampung Sampirang, Bayan Begak, Puruk Cahu, karena penyakit cacar. Dimakamkan kembali 11 November 1958 di Komplek Makam Pangeran Antasari, Banjarmasin.

20.1862-1905  Sultan Muhammad Seman bin Pangeran Antasari* Pemerintahan Pagustian, bersama Gusti Muhammad Said meneruskan perjuangan Pangeran Antasari melawan kolonial Belanda, gugur 24 Januari 1905 ditembak Belanda yang mengakhiri Perang Banjar. Negeri Banjar menjadi sepenuhnya di bawah pemerintahan Residen Belanda dilanjutkan Gubernur Haga, Pimpinan Pemerintahan Civil, Pangeran Musa Ardi Kesuma (Ridzie Zaman Jepang), Pangeran Muhammad Noor (Gubernur Kalimantan I), sekarang menjadi Provinsi Kalimantan Selatan.

0 komentar:

Template by : Dirrga dirrga.blogspot.com